Wednesday, September 26, 2012

Bila Perempuan "Azan" di Mesjid FIB Unand: Emansipasi Perempuan di Rumah Tuhan?

Lantunan firman-firman Tuhan sejak pagi mengiring langkah civitas akademika Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. Sudah dua hari ayat-ayat Tuhan itu dibacakan dengan merdu peserta "lomba" tilawatil Quran. Memang enak bila mendengar perempaun yang melantunkan itu. Namun dari kegiatan ini terselip juga pertanyaan.

Sudah begitu rendahkah keberQuranan orang Minang yang katanya bersendi Al Quran ini dalam hidup? Sampai-sampai membaca Quran pun mesti dilombakan? Duh, Gusti...ini tanda apa adanya? Kenapa baca sabda-sabdaMu nan agung itu mesti dilombakan?

Bukankah kewajiban kita sebagai orang Muslim membacanya? Bukankah kepasrahan dan keikhlasan merupakan sendi dari keberagamaan kita semestinya? Kalau membaca sabda-sabdaNya itu mesti dilombakan, jangan-jangan masuk surga pun akan dilombakan pula? Bukankah Tuhan sudah menyeru bahwa surga bahkan nerakanya itu luasnya lebih luas dari langin dan bumi?

Duhai suara perempuan itu dengan lantang mengaji? Jadi teringat dengan Boedioanduk, eh Boediono yang minta pemakaian speaker mesjid dibatasi suaranya? Entahlah bagaimana para guru-guru mengaji mengajarkan agama hari ini di berbagai tempat. Seingatku dulu, suara perempuan itu salah satu aurat dan haram diperdengarkan untuk "konsumsi" publik.

Tapi yang terdengar sekarang? Sejak pagi tadi suara perempuan saja yang terdengar di mesjid itu? Di rumah Tuhan itu. Perempuan itu "azan" di mesjid FIB Unand? Waduh gejalah apa ini? Apakah bagian dari emansipasi perempuan di rumah Tuhan?

4 comments :

  1. Menurut saya, kalimat "Sudah begitu rendahkah keberQuranan orang Minang yang katanya bersendi Al Quran ini dalam hidup? Sampai-sampai membaca Quran pun mesti dilombakan?" bukanlah wujud dari ketidakpedulian, melainkan sebaliknya karena adanya perlombaan merupakan bentuk kepedulian atau lembaga terhadap suatu permasalahan, jadi saya tidak sepakat dengan kalimat tersebut, kemudian kata - kata "jangan-jangan masuk surga pun akan dilombakan pula?". menurut saya Prinsip itu yang sepatutnya kita gunakan dan terapkan dalam ibadah atau kebaikan, (Fastabiqul khairĂ¢t) alias berlomba-lomba dalam kebaikandan itu diperintahkan oleh tuhan dalam al quran lihat (QS Al Baqarah, 2: 148) dan (QS Al Hadid, 57: 21). kemudian kalimat "Perempuan itu "azan" di mesjid FIB Unand? Waduh gejalah apa ini? Apakah bagian dari emansipasi perempuan di rumah Tuhan? " menurut saya jika apa yang dilakukan cuma sekedar azan yang menurut pengertian Bahasa berarti pengumuman, permakluman atau pemberitahuan tidak menjadi persoalan, yang menjadi persoalan adalah ketika si wanita azan menurut pengertian syariat, karena definisi adzan menurt syariat adalah perkataan tertentu yang berguna memberitahukan masuknya waktu shalat yang fardhu, karena ada yang berpendapat bahwa tidak sahnya adzan wanita untuk para laki-laki meskipun tidak didapati seorangpun yang mengumandangkan adzan selain dia. lihat penjelasannya (http://abukarimah.wordpress.com/2012/05/22/madzab-ulama-fiqih-tentang-adzan-wanita/)

    ReplyDelete
  2. Terima kasih atas komentar anda. Wah, anda bersemangat sekali membalas artikel ini ya. Ketika saya menyebutkan "sudah begitu rendahkah..." tidak dimaksudnya untuk menyatakan bahwa orang Minang tidak lagi peduli dengan al Quran. Tidak ada kata itu! Itu kan interpretasi anda, dan sah-sah saja anda sebut tidak sepakat. Yang saya ingin sampaikan, dalam agama kita diminta bukan membaca dengan dilombakan, tapi berlomba-lomba memahami dan mengamalkan ayatnya. Memahami memang dengan membacanya, tidak tidak keras-keras pakai speaker mesjid, ada juri, ada juara, ada hadiah, dst yang diperlombakan itu. Pernyataan anda kedua, soal fastabiqul khairat, memang demikianlah adanya perintah agama. Namun sekali lagi interpretasi anda di luar konteks artikel itu. Makna dan definisi "lomba" dalam surat al Quran yang ada sebutkan itu tentu berbeda, bahkan berbanding terbalik dengan lomba yang diadakan lewat MTQ. Fastabiqul Khairat dalam ayat itu jelas, hadiahnya surga, dan jurinya Allah SWT. Nah, anda bandingkanlah keduanya. Samakah makna "lomba" itu? Terakhir, sayang sekali di awal anda mengacu pada al Quran, tapi diakhir soal fiqih, anda justru mengutip abukarimah yang tidak banyak orang mengetahuinya. Sebagai sejarawan anda tidak melakukan kritik atas blog itu. Apakah tidak ada lagi karya fiqh dari ulama besar seperti HAMKA, Wahid Hasyim, dsb yang membahas soal itu yang dapat anda kutip untuk membenarkan pernyataan anda? Selain itu, pengutipan yang anda lakukan justru salah secara interpretasi. Yang dimaksudkan "boleh" itu ketika sifatnya darurat, artinya "tidak didapati seorangpun yang mengumandangkan adzan selain dia"--sebagaimana anda kutipkan. Nah, kembali kepada konteks, para perempuan di mesjid FIB itu apakah pada kondisi darurat yang disyaratkan? Di sinilah kelirunya pemikiran anda. Yang tampaknya anda juga sedikit lalai adalah, saya menggunakan tanda kutip pada kata "azan", dalam konteks salah satu hadis nabi bahwa suara perempuan itu adalah salah satu auratnya. Tetapi secara keseluruhan, saya mengapresiasi pemikiran anda, dan bila kita tidak sepakat, tak masalah, selagi silaturahmi tetap terjaga. Ya nggak Fan...banyak maaf

    ReplyDelete
  3. jadi yang bikin artikel ini dayud, pantas cepat responnya , saran saya bagi admin lain kali, setiap artikel yang dimuat dalam blog ini mohon dicantumkan penulisnya, biar tidak menjadi anonim.. kemudian saya ingin mengucapkan terima kasih atas umpan balik dan apresiasinya, saya hanya ingin mengomentari pada bagian akhir dari kalimat dayud, karena yang lainnya kalau diteruskan saya yakin tidak akan ada titik temunya, kalimat itu adalah, . "Nah, kembali kepada konteks, para perempuan di mesjid FIB itu apakah pada kondisi darurat yang disyaratkan? Di sinilah kelirunya pemikiran anda. Yang tampaknya anda juga sedikit lalai adalah, saya menggunakan tanda kutip pada kata "azan", dalam konteks salah satu hadis nabi bahwa suara perempuan itu adalah salah satu auratnya". Saya paham dengan tanda kutip azan pada tulisan dayud, maka saya mengatakan diatas sepanjang apa yang dilakukan sekedar azan yang menurut pengertian Bahasa berarti pengumuman, permakluman atau pemberitahuan tidak menjadi persoalan, yang menjadi persoalan adalah ketika si wanita azan menurut pengertian syariat, karena definisi adzan menurt syariat adalah perkataan tertentu yang berguna memberitahukan masuknya waktu shalat yang fardhu, karena ada yang berpendapat bahwa tidak sahnya adzan wanita untuk para laki-laki meskipun tidak didapati seorangpun yang mengumandangkan adzan selain dia, jika sumber yang saya kutip menurut dayud layak diperdebatkan atau diperbandingkan dengan fikih dari HAMKA atau wahid Hasyim tentang persolan itu bagi saya itu tidak menjadi persolan, bahkan akan menjadi tambahan wawasan bagi kita semua..masalah silahturahmi menurut saya tidak menjadi persoalan sepanjang kita masih dalam koridor tidak saling caci, ejek dan menghina, atau merendahkan martabat seseorang...terim kasih

    ReplyDelete
  4. menurut saya artikel di atass yg memakai tanda kutip sangat membingungkan orang yang tidak mengetahui kondisi di fakultas ilmu budaya. jadi seharusnya pak yudhi kalau mau memposting sebuah artikel, hendaknya jangan terlalu membingungkan orang yg membaca. gaya bahasa sih boleh, tapi ya... terus terang saya kurang paham dengan "azan" atau "lomba" yang pak yudhi maksudkan. karena memang saya tidak ada di FIB. sekedar saran.. terima kasih...

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentar Anda...